Tren "Sunat Perempuan": Antara Budaya, Agama, dan Perspektif Kesehatan Modern
Dari Sisi Budaya dan Agama: Bagi sebagian masyarakat, sunat perempuan adalah bagian dari tradisi dan interpretasi keagamaan yang diyakini dapat "membersihkan" atau mengontrol nafsu. Praktik ini seringkali dilakukan sebagai bentuk ketaatan pada nilai-nilai leluhur.
Dari Sisi Kesehatan dan Hak Asasi: Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dengan tegas menyatakan FGM/C sebagai pelanggaran hak asasi manusia dan tidak memiliki manfaat kesehatan sama sekali. Praktik ini justru dapat menimbulkan dampak buruk jangka pendek (nyeri hebat, pendarahan, infeksi) dan jangka panjang (masalah berkemih, disfungsi seksual, komplikasi saat melahirkan, trauma psikologis).
Perdebatan di Ranah Publik: Perdebatan utama terletak pada bentuk "sunat" yang dilakukan. Ada yang mendefinisikannya hanya sebagai simbolis (menggores kulit klitoris tanpa melukai), sementara yang lain tetap menganggapnya sebagai bentuk kekerasan terhadap perempuan. Kementerian Kesehatan RI sendiri telah mengeluarkan regulasi yang melarang praktik sunat perempuan yang bersifat melukai, namun pelarangan ini sulit diimplementasikan karena kuatnya akar budaya.
Edukasi yang komprehensif dari tenaga kesehatan, pemimpin agama, dan komunitas dinilai sebagai kunci untuk mengubah persepsi masyarakat dan melindungi anak perempuan dari praktik yang berisiko ini.




