Konflik Agraria yang Tak Kunjung Usai: Sengketa Lahan antara Masyarakat Adat dan Perusahaan
Penyebab Utama Konflik:
Tumpang Tindih Klausa: Tanah ulayat atau tanah yang telah dikelola turun-temurun oleh masyarakat seringkali tumpang tindih dengan Hak Guna Usaha (HGU) yang diberikan pemerintah kepada korporasi.
Ketidakjelasan Sertifikat: Banyak masyarakat tidak memiliki sertifikat kepemilikan tanah yang sah di mata hukum negara, sehingga posisi tawar mereka lemah.
Pembangunan vs. Kelestarian: Proyek-proyek pembangunan skala besar seringkali mengabaikan dampak sosial dan lingkungan, seperti alih fungsi hutan dan pencemaran sumber air.
Dampak yang Ditimbulkan: Konflik ini tidak hanya merampas sumber penghidupan masyarakat, tetapi juga merusak tatanan sosial dan budaya mereka. Hilangnya hutan adat berarti hilangnya sumber pangan, obat-obatan, dan situs-situs spiritual.
Jalan Keluar yang Diusulkan:
Percepatan Pengakuan Hutan Adat: Pemerintah perlu mempercepat proses verifikasi dan pengakuan hutan adat melalui skema Perhutanan Sosial.
Peninjauan Ulang Izin: Melakukan audit terhadap izin-izin perusahaan yang bermasalah dan mencabutnya jika terbukti melanggar hukum.
Mediasi yang Adil: Membentuk tim mediasi independen yang melibatkan semua pemangku kepentingan untuk mencari solusi win-win solution.
Pendekatan Berbasis Hak: Memastikan bahwa prinsip Free, Prior and Informed Consent (FPIC) atau Persetujuan Tanpa Paksaan, di Awal, dan Terinformasi diterapkan sebelum proyek apa pun dimulai di tanah masyarakat.




